Minggu, 31 Mei 2015

Pameran Literasi dan Budaya 2015








Pemeran Literasi dan Budaya 2015
Sebuah Octalogi #IDKS
Part 8

Salam Redaksi
Assalamu’alaikum wr. wb.
Hallo teman-teman pustaka, kembali lagi bersama dengan saya Suwanto. Pertama kalinya saya ucapkan berjuta-juta terima kasih atas kunjungannya, selamat datang di blog pribadi saya. Saya mohon ma’af jika terdapat banyak salah selama menulis 8 edisi #IDKS, tentu blog ini masih banyak salah di sana-sini. Oleh karenanya, dengan kerendahan hati saya membuka pintu lebar-lebar masukan kritik dan saran yang konstruktif sebagai bahan evaluasi guna perbaikan.
Adapun untuk edisi Octalogi #IDKS Part 8 kali ini, saya akan membahas liputan khusus “Pameran Literasi dan Budaya 2015” yang telah sukses kami lalui. Langsung saja, tanpa panjang lebar, mangga baca blog ini sampai selesai, moga bermanfaat.
Salam hangat,

Muhammad Adam

PAMERAN LITERASI DAN BUDAYA 2015
Hak Indonesia memiliki beragam kekayaan budaya lokal. Salah satu diantaranya yaitu permainan tradisional atau yang sering kita sebut ‘dolanan anak’. Dulu dolanan anak menjadi permainan pilihan utama bagi anak-anak, khususnya di desa atau kampung. Namun, seiring dengan perkembangan iptek yang salah satu dampaknya melahirkan berbagai perangkat teknologi serba instan seperti hadirnya permainan canggih, sehingga kini dolanan anak semakin ditinggalkan peminatnya. Bahkan beberapa diantaranya telah punah ditelan zaman.
Berangkat dari realita dan kekhawatiran inilah, Prodi Ilmu Perpustakaan, Fakultas Adab dan Ilmu Budaya, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta melalui Mata Kuliah Informasi Dalam Konteks Sosial (IDKS) menggelar serangkaian kegiatan pameran dolanan anak bertajuk “Pameran Literasi dan Budaya 2015”. Pameran ini diselenggarakan tanggal 26 s.d 27 Mei 2015, pukul 09.00-16.00 WIB, bertempat di Gelanggang Eska, Kampus Timur, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Tujuan diadakannya pameran ini sebagaimana dituturkan oleh Ketua Pelaksana kegiatan, Akmal Faradise yaitu mengenalkan dan menghidupkan kembali dolanan anak yang keberadaannya mulai ditinggalkan oleh peminatnya.
Pameran ini digelar selama dua hari yang diisi oleh sekitar 10 stand dengan beraneka ragam tema dolanan anak. Berbagai bentuk acara pun turut meramaikan kegiatan ini. Hari pertama (26/5) diawali dengan pembukaan pameran yang mana dibuka langsung oleh Dekan Fakultas Adab dan Ilmu Budaya UIN Sunan Kalijaga Bapak Zamzam Afandi. Selain itu dimeriahkan juga oleh Show and Tell pukul 13.00-15.00 WIB. Kemudian hari kedua (27/5) di awali dengan pentas musik dan kreasi seni mahasiswa Ilmu Perpustakaan. Disamping itu juga yang tak kalah menarik yaitu Talkshow pukul 13.00-15.00 WIB dengan menghadirkan pembicara budayawan dan sastrawan Jawa, Bapak Bambang Nur Singgih dan Bapak Kelik. Keduanya yang menyampaikan tentang “Pelestarian Budaya Lokal”. Dengan diadakannya pameran ini harapannya kita semakin peduli akan kelestarian dolanan anak, save our heritages ‘dolanan anak’.
PAMERAN LITERASI DAN BUDAYA GALERIES

Brosur Pameran Literasi dan Budaya 2015

 Spanduk Pameran Literasi dan Budaya 2015

Ibu Sri Foto Bersama Stand "Save Our Heritage"
 
Para Dosen Foto Bersama Stand "Pringku Dolananku"

Minggu, 26 April 2015

Menghargai Kekayaan Intelektual



Menghargai Kekayaan Intelektual
Sebuah Octalogi #IDKS
Part 7


Salam Redaksi
Assalamu’alaikum wr. wb.
 Hallo sahabat pustaka, kembali lagi bersama dengan saya Suwanto. Pertama kalinya saa ucapkan berjuta-juta terima kasih atas kunjungannya, selamat datang di blog pribadi saya. Saya mohon ma’af jika terdapat banyak salah kata dalam konten di blog ini, lebih-lebih selama tujuh kali edisi Octalogi #IDKS yang telah terbit, tentunya banyak sekali kesalahan. Oleh karenanya, dengan kerendahan hati saya membuka pintu lebar-lebar masukan kritik dan saran yang konstruktif sebagai bahan evaluasi guna perbaikan di edisi berikutnya.
Adapun untuk edisi “Octalogi #IDKS Part 7 kali ini, yang merupakan edisi terakhir dari Octalogi #IDKS, saya akan berbicara mengenai hak cipta (copyright). Mungkin temen-temen sudah sering mendengarkan istilah hak cipta atau copyright. Kita biasanya menjumpai istilah ini di bagian awal buku, benar kan???
Berbicara mengenai hak cipta tentu erat kaitannya dengan istilah plagiat atau plagiarisme. Fenomena plagiat rasanya sudah menjadi kasus yang kerap terjadi di negeri ini. Banyak orang mulai dari siswa, mahasiswa, guru, dosen, sampai profesor sekalipun tersandung kasus ini. Tidak sedikit dari mereka juga dicopot gelarnya akibat melakukan plagiat. Gimana ngeri kan akibatnya???
Rasanya sebagai insan akademisi kita harus tahu banyak hal tentang hak cipta supaya kita tidak terseret melakukan kejahatan intelektual “plagiarisme”. Gimana penasaran kan??? Nah, untuk lebih detilnya silahkan baca blog ini sampai tuntas yach, mangga atu.
Salam hangat,

Muhammad Adam
HAK CIPTA
Hak cipta di zaman modern ini menjadi hal yang penting bukan semata-mata untuk lisensi dan klaim kepemilikan akan tetapi juga untuk melindungi ciptaan dan penciptanya dari pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab sehingga menimbulkan kerugian bagi pencipta maupun masyarakat secara luas. Menurut Gatot Supramono dalam hak cipta selalu terkait dengan ciptaan, pencipta, hak cipta dan pemegang hak cipta karena keempatnya saling berhubungan dan terkait satu sama lainnya.
Berdasarkan  Undang-Undang No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta (UUHC), hak cipta diartikan sebagai hak eksklusif bagi pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan, memperbanyak, dan memberi izin dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut undang-undang. Hak eksklusif yang dimaksud bahwa pemegang hak cipta berhak sepenuhnya atas ciptaan sehingga pihak lain yang tidak memiliki hak dilarang menggunakannya tanpa seizin pemegang hak cipta (Gatot Supramono, 2010). Ciptaan dipahami sebagai hasil karya seseorang yang masuk dalam lingkup ilmu pengetahuan, seni, dan sastra selain itu ciptaan juga harus berbentuk konkrit dan nyata sehingga dapat ditangkap oleh panca indra.
Pencipta merupakan orang/sekelompok orang yang menghasilkan suatu ciptaan. Pencipta dapat didaftarkan dengan nama lebih dari satu orang dengan syarat semua orang yang terlibat memberikan sumbangsih dalam ciptaan tersebut. Dalam hal ini dapat dipahami bahwa badan hukum (PT, Yayasan, CV dan sejenisnya) tidak mungkin jadi pencipta (Gatot Pramono, 2010) sebab mereka tidak memenuhi syarat keterlibatan  orang yang memberikan sumbangsih yang memadai dalam karya tersebut. Namun demikian berdasarkan UUHC pasal 9 hal tersebut sangat mungkin dilakukan dengan syarat pendaftaran bukan atas nama perorangan akan tetapi atas nama badan hukum terrsebut sehingga pemegang hak pencipta bukan pada orang yang berada di badan hukum akan tetapi pada badan hukumnya. Berdasarkan teori sebenarnya  badan hukum sangat mungkin menjadi pencipta karena badan hukum mempunyai kedudukan sebagai subjek hukum yang sama dengan manusia sehingga jika badan hukum membuat suatu ciptaan maka merekalah penciptanya.
Pemegang hak cipta berdasarkan UUHC pasal 1 angka 4 adalah pencipta sebagai pembuat ciptaan dan pihak yang telah diberikan izin untuk menggunakan hak cipta dari pencipta. Pencipta sebagai pemegang hak cipta tidak perlu melalui proses hukum sebab terjadi secara otomatis ketika ciptaan tersebut berhasil dibuatnya sedangkan pihak lain sebagai pemegang hak cipta wajib melalui proses hukum yaitu dengan perjanjian lisensi. Pencipta memiliki hak memberikan lisensi kepada pihak lain sebagai penerima lisensi dan pihak penerima tersebut juga dapat memberikan lisensi kepada pihak lain (Gatot Supramono. 2010).
Berdasarkan  UUHC pasal 12 ayat 1 karya-karya yang dilindungi adalah karya intelektual dalam lingkup ilmu pengetahuan, seni, dan sastra. Karya tersebut seperti buku, alat peraga, logo, lukisan, dsb. Ide tidak dilindungi oleh hak cipta karena ide bukan sesutu yang berwujud ataupun berbentuk konkrit. Hak cipta hanya diberikan pada karya yang dapat ditangkap oleh panca indera (Yusran Isnaini, 2010).
Selain hal diatas ada juga ciptaan yang tidak ada hak ciptanya sehingga setiap orangdapat dengan bebas menggunakannya tanpa izin. Yang termasuk dalam ketegori ini adalah hasil rapat lembaga negara, peraturan undang-undang, pidato kenegaraan/pejabat pemerintah, keputusan pengadilan, dan keputusan badan arbitrasi atau keputusan sejenis. Beberapa benda yang berhubungan dengan sejarah dan kebudayaan ataupun tulisan yang sudah tidak lagi diketahui penciptanya seperti foklor, benda sejarah dan benda sejenisnya termasuk tuan tulisan pemerintah yang memegang hak ciptanya dengan tujuan melndungi kepentingan umum dan pencipta yang tidak diketahui dari penyalah gunaan pihak yang tidak bertanggung jawab (Gatot Supramono, 2010).
Hak eksklusif yang diberikan kepada pencipta dan pemegang lisensi melalui hukum bukan berarti melarang pihak yang tidak memegang lisensi untuk menggunakan sama sekali sebab dalam UUHC Pasal 15 pihak yang tidak memiliki lisensi jika ingin menggunakan harus mencantumkan dengan jelas sumbernya agar tidak melanggar hak cipta. Dalam pasal tersebut penggunaan yang di izinkan tanpa lisensi hanya terbatas pada 5 hal pokok, yaitu:
1.    Penggunaan untuk kepentingan pendidikan, karya ilmiah, laporan, penyususan kritik ataupun tinjauan suatu masalah dengan tidak merugikan kepentingan yang wajar dari pencipta.
2.    Untuk pembelaan di dalam maupun di luar pengadilan
3.    Untuk keperluan ceramah dengan tujuan pendidikan atau ilmu pengetahuan dan pertunjukan yang bersifat gratis dengan ketentuan tidak merugikan kepentingan yang wajar dari penciptanya.
4.    Perbanyakan hak cipta kedalam huruf Braille dan tidak bersifat komersil.
5.    Perbanyakan yang dilakukan oleh perpustakaan umum, lembaga ilmu pengetahuan atau pendidikan, pusat dokumentasi yang non komersial yang dilakukan semata-mata untuk kepentingan aktivitasnya dapat dilakukan kecuali pada program komputer tetap tidak diizinkan.

DAFTAR PUSTAKA
Supramono, Gatot. 2010. Hak Cipta dan Aspek-Aspek Hukumnya. Bandung: Rineka Cipta.
Isnaini, Yusran. 2010. Buku Pintar HAKI. Bogor: Ghalia Indonesia.